Manokwari (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut Provinsi Papua Barat mengalami deflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) 0,67 persen pada Juni 2025 dengan indeks harga konsumen sebesar 107,22.
Deflasi periode Juni 2025 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi pada Mei 2025 (deflasi 1,15 persen), namun berbanding terbalik dengan kondisi Juni 2024 yang mengalami inflasi.
"Bulan Juni 2025, Papua Barat kembali mengalami deflasi yang lebih dalam dari bulan lalu," kata Kepala BPS Papua Barat Merry saat konferensi pers di Manokwari, Selasa.
Dia menjelaskan deflasi tahunan dipengaruhi penurunan indeks harga sejumlah kelompok pengeluaran, terutama pada kelompok makanan minuman dan tembakau, serta kelompok transportasi.
Ada lima komoditas menjadi penyumbang utama deflasi karena mengalami penurunan indeks harga secara signifikan seperti tomat, cabai rawit, bensin, kangkung, dan bawang putih.
"Lima komoditas ini menjadi penyumbang terbesar terhadap deflasi tahunan di Papua Barat," kata Merry.
Menurut dia deflasi mencerminkan daya beli masyarakat menurun, pasokan komoditas pangan melimpah, perbaikan sistem distribusi maupun logistik, serta penurunan mobilitas dan perjalanan.
Langkah strategis yang perlu dilakukan guna mengatasi kondisi deflasi antara lain, meningkatkan belanja pemerintah daerah, serta mendorong konsumsi dan daya beli melalui program subsidi.
"Pemerintah daerah perlu mempercepat realisasi belanja APBD, penyelenggaraan pasar murah, dan lainnya," ujarnya.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), kata Merry, Papua Barat justru mengalami inflasi 0,58 persen pada Juni 2025. Hal ini berbanding terbalik dengan Mei 2025 dan Juni 2024 yang terjadi deflasi.
Inflasi bulanan Papua Barat dipicu kenaikan harga yang signifikan pada dua kelompok pengeluaran yakni, kelompok makanan minuman dan tembakau, serta kelompok transportasi.
"Komoditas yang memberikan andil terbesar inflasi bulanan antara lain ikan cakalang, tarif angkutan udara, tomat, sawi hijau, dan ikan asin," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pemantauan harga pangan dan transportasi, mengingat kedua kelompok tersebut konsisten menjadi penentu fluktuasi inflasi dan deflasi di Papua Barat.